Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
[1]. Menghitung Hari Bulan Sya’ban
Umat Islam seyogyanya menghitung bulan Sya’ban sebagai persiapan memasuki Ramadhan. Karena satu bulan itu terkadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari, maka berpuasa (itu dimulai) ketika melihat hilal bulan Ramdhan. Jika terhalang awan hendaknya menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari. Karena Allah menciptakan langit-langit dan bumi serta menjadikan tempat-tempat tertentu agar manusia mengetahui jumlah tahun dan hisab. Satu bulan tidak akan lebih dari tiga puluh hari.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Puasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihat hilal. Jika kalian terhalangi awan, sempurnakanlah bulan Sya’ban tiga puluh hari” [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim 1081]
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, (bahwasanya) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Janganlah kalian puasa hingga melihat hilal, jangan pula kalian berbuka hingga melihatnya (hilal). Jika kalian terhalangi awan, hitunglah bulan Sya’ban” [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim 1080]
Dari Adi bin Hatim Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Jika datang bulan Ramadhan puasalah tiga puluh hari, kecuali kalian melihat hilal sebelum hari ke tiga puluh” [1]
[2]. Baransiapa yang Berpuasa Hari Syak[2], Berarti (ia) Telah Durhaka Kepada
Abul Qasim Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Oleh karena itu, seorang muslim tidak seyogyanya mendahului bulan puasa dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya dengan alasan hati-hati, kecuali kalau bertepatan dengan puasa sunnah yang biasa ia lakukan. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya kecuali seorang yang telah rutin berpuasa maka berpuasalah” [Hadits Riwayat Muslim (573 -Mukhtashar dengan Muallaqnya)]
Ketahuilah wahai saudaraku, di dalam Islam barangsiapa yang puasa pada hari yang diragukan, (berarti ia) telah durhaka kepada Abul Qasim Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Shillah bin Zyfar dari Ammar membawakan perkataan Ammar bin Yasir.
“Artinya : Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan berarti telah durhaka kepada Abul Qasim Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [3]
[3]. Jika Seorang Muslim Telah Melihat Hilal Hendaknya Kaum Muslimin Berpuasa atau Berbuka
Melihat hilal teranggap kalau ada dua orang saksi yang adil, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Berpuasalah kalian karena melihat hilal, berbukalah kalian karena melihatnya, berhajilah kalian karena melihat hilal, jika kalian tertutup awan, maka sempurnakanlah (bilangan bulan Sya’ban menjadi) tiga puluh hari, jika ada dua saksi berpuasalah kalian dan berbukalah” [4]
Tidak diragukan lagi, bahwa diterimanya persaksian dua orang dalam satu kejadian tidak menunjukkan persaksian seorang diri itu ditolak, oleh karena itu persaksian seorang saksi dalam melihat hilal tetap teranggap (sebagai landasan untuk memulai puasa), dalam suatu riwayat yang shahih dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata : “Manusia mencari-cari hilal, maka aku khabarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku melihatnya, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam-pun menyuruh manusia berpuasa. [5]
[Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]
_________
Foote Note.
[1] Hadits Riwayat At-Thahawi dalam Musykilul Atsar No. 501, Ahmad 4/377, At-Thabrani dalam Al-Kabir 17/171. Dalam sanadnya ada Musalin bin Sa’id, beliau dhaif sebagaiamana dikatakan oleh Al-Haitsami dalam Majma Az-Zawaid 3/146, akan tetapi hadits ini mempunyai banyak syawahid, lihat Al-Irwaul Ghalil 901, karya Syaikhuna Al-Albany Hafidhahullah
[2] Yaitu hari yang masih diragukan, apakah sudah masuk bulan Ramadhan atau belum -ed
[3] Dibawakan oleh Bukhari 4/119, dimaushulkan oleh Abu Daud 3334, Tirmidzi 686, Ibnu Majah 3334, An-Nasa’i 2199 dari jalan Amr bin Qais Al-Mala’i dari Abu Ishaq dari Shilah bin Zufar, dari Ammar. Dalam sanadnya ada Abu Ishaq, yakni As-Sabi’in mudallis dan dia telah ‘an-anah dalam hadits ini, dia juga telah bercampur hafalannya, akan tetapi hadits ini mempunyai banyak jalan dan mempunyai syawahid (pendukungnya) dibawakan oleh Al-Hafizd Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Ta’liqu Ta’liq 3/141-142 sehingga beliau menghasankan hadits ini.
[4] Hadits Riwayat An-Nasa’i 4/133, Ahmad 4/321, Ad-Daruquthni 2/167 dari jalan Husain bin Al-Harist Al-jadal dari Abdurrahman bin Zaid bin Al-Khaththab dari para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sanadnya hasan. Lafadz di atas aadalah pada riwayat An-Nasa’i, Ahmad menambahkan : “Dua orang muslim”.
[5] Hadits Riwayat Abu Dawud 2342, Ad-Darimi 2/4, Ibnu Hibban 871, Al-Hakim 1/423, Al-Baihaqi 4/212 dari dua jalan, yakni dari jalan Ibnu Wahb dari Yahya bin Abdullah bin Salim dari Abu Bakar bin Nafi’ dari bapaknya dari Ibnu Umar, sanadnya Hasan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam At-Talkhisul Habir 2/187
Comments